Manfaat pembelajaran Kewarganegaraan
dalam kehidupan sehari-hari berbangsa dan bernegara
Pendidikan merupakan upaya strategis dalam
pembentukan sistem nilai yang ada dalam diri seseorang, kaitannya dengan
perwujudan harkat dan martabat sebagai manusia sesuai dengan tatanan kehidupan
masyarakat yang melingkupinya. Dengan kata lain pendidikan harus senantiasa di
arahkan pada upaya peningkatan kesadaran dan harkat serata martabat seseorang
baik selaku pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai suatu bangsa. Hal lain
yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa materi pelajaran yang disampaikan
dalam kurikulum persekolahan tidak semata-mata untuk pengetahuan (intelektual),
melainkan perlu direalisasikan dalam bentuk sikap dan perilaku nyata
sehari-hari, sesuai dengan hakikat dan potensi manusia itu sendiri yang
bersifat utuh.
Bagi bangsa Indonesia, yang dijadikan sebagai
sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah
Pancasila. Hal ini berarti bahwa seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa
dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolak ukur
tentang baik buruk dan benar salahnya sikap, perbuatan dan tingkah laku sebagai
bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai intrinsikyang
kebenarannya dapat dibuktikan secara objektif, serta mengandung kebenaran yang universal.
Nilai-nilai Pancasila, merupakan kebenaran bagi bangsa indonesia karena telah
teruji dalam sejarah dan dipersepsi sebagai nilai-nilai subjektif yang menjadi
sumber kekuatan dan pedoman hidup seirama dengan proses adanya bangsa Indonesia
yang dipengaruhi oleh dimensi waktu dan ruang. Nilai-nilai tersebut tampil
sebagai norma dan moral kehidupan yang ditempa dan dimatangkan oleh pengalaman
sejarah bangsa Indonesia untuk membentuk dirinya sebagai bangsa yang merdeka,
berdaulat dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan
pada tanggal 17 Agustus 1945. Nilai-nilai Pancasila itu menjadi sumber
inspirasi dan cita-cita untuk diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Dari penjelasan tersebut, jelas
mengatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat penting apa lagi jika
menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah. Kita dapat belajar mengenai rasa
nasionalisme terhadap bangsa Indonesia dan dapat mengamalkan nilai-nilai yang
ada pada Pancasila di kehidupan sehari-hari. Dan itu juga diperkuat dengan
adanya salah satu landasan Pancasila yaitu pada landasan yuridis yang
menyebutkan tentang sisdiknas “sistem pendidikan nasional” isi kurikulum yang
terdapat dalam setiap jalur dan jenjang pendidikan harus memuat pendidikan
kewarganegaran, pendidikan Pancasila, pendidikan Agama. Pendidikan
Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah implementasi
dari UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 9 ayat (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan di Indonesia
wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Karena itu, tidak heran jika kita sudah tidak asing lagi
dengan pelajaran kewarganegaraan yang sudah dikenalkan mulai kita duduk di
bangku SD sampai perguruan tinggi.
Berikut ini merupakan beberapa manfaat
pembelajaran kewarganegaraan dalam kehidupan sehari-hari berbangsa dan
bernegara :
1.
Kita menjadi tahu
hak dan kewajiban kita sebagai warga negara yang akhirnya membuat kita jadi
mengerti peran dan penempatan diri kita sebagai bagian dari suatu negara.
Ketika kita semua sudah tahu dan mengerti
kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang didapatkan, maka kita bisa
menjalankannya dengan penuh tanggung jawab sesuai peraturan ataupun menuntut
hak – hak yang mungkin belum terpenuhi sebagai warga negara. Perlu diketahui
bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain
tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk
menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan
di kemudian hari.
2.
Dengan
mempelajari pelajaran kewarganegaraan dapat memotivasi kita untuk memiliki
sifat nasionalisme dan patriotisme yang tinggi.
Artinya yaitu setelah mengerti peran dan
keadaan negara, kita seharusnya menjadi warga negara yang lebih cinta pada
tanah air dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Selain itu dengan
mempelajari pendidikan kewarganegaraan dapat memperkuat keyakinan kita terhadap
Pancasila sebagai ideologi negara dan mengamalkan semua nilai – nilai yang
terkandung di dalamnya. Entah kita sadari atau tidak, dasar negara kita
Pancasila mempunyai nilai – nilai luhur termasuk nilai moral kehidupan. Nilai
moral tersebut seharusnya menjadikan kita pedoman dalam berpikir, bersikap dan
bertingkah laku. Nilai – nilai tersebut berkaitan erat dengan kualitas sumber
daya manusia. Kualitas SDM yang rendah merupakan salah satu indikasi juga
gagalnya pendidikan kewarganegaraan di Indonesia.
3.
Kita diharapkan
memiliki kesadaran dan kemampuan awal dalam usaha bela negara. Berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat
tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau
kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan,
tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Membela
negara bisa berarti luas dan dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Dengan hak
dan kewajiban yang sama, setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat
berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam
wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain misalnya ikut serta dalam
mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling), ikut serta membantu korban
bencana di dalam negeri, belajar dengan tekun pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan ataupun mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra,
PMR dan Pramuka.
Esensi Pendidikan Kewarganegaraan
Branson (1999:3) mengingatkan bahwa civic education seharusnya menjadi perhatian utama. Tidak ada tugas yang lebih penting dari pengembangan warga negara yang mempunyai pengetahuan, kemampuan dan karakter yang dibutuhkan dengan komitmen yang benar terhadap nilai-nilai dari prinsip fundamental dan demokrasi.
Benyamin Barber (Branson,1999:5) menjelaskan bahwa civic education adalah pendidikan untuk megembangkan dan memperkuat dalam atau tentang pemerintahan otonom (self government). Pemerintahan otonom yang demokratis berita bahwa warga negara aktif terlibat dalam pemerintahannya sendiri, mereka tidak hanya menerima didekte orang lain atau memenuhi tuntutan orang lain yang pada akhirnya cita-cita demokrasi dapat diwujudkan dengan sesungguhnya bila warga negara dapat berpartisipasi dalam pemeritahannya. Dalam demokrasi konstitusional, civic education yang efektif adalah suatu keharusan karena kemampuan berpartisipasi dalam masyarakat demokratis, berfikir secara kritis, dan bertindak secara sadar dalam dunia yang plural, memerlukan empati yang memungkinkan kita mendengar dan oleh karenanya mengakomodasi pihak lain, semuanya itu memerlukan kemampuan yang memadai.
Menurut Cogan, PKn digambarkan sebagai
“kontribusi pendidikan untuk pengembangan karakteristik-karakteristik warga
negara” (Cogan,1998:3), dan proses tentang aturan pengajaran masyarakat,
institusi, dan organisasi-organisasi dan peran warga Negara dalam masyarakat
yang berfungsi secara baik.
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmuller
mengatakan tak satupun potensi kewarganegaraan dapat dipenuhi tanpa pembentukan
dan pemeliharaan terhadap niat untuk mengejar kebaikan umum, perlindungan
individu dari pelecehan-pelecehan pemerintah dan serangan atas hak-hak mereka
dari setiap sumber publik atau pribadi, untuk mencari pengetahuan dan
kebijaksanaan yang luas yang menginformasikan penilaian public affairs dan
untuk mengembangkan keterampilan dalam menggunkan pengetahuan itu secara
efektif.Nilai-nilai seperti itu perspectif, pengetahuan dan keterampilan dalam
hal kewarganegaraan membuat kemungkinan partisipasi yang bertanggung jawab dan
efektif mengembangkan kualitas ini merupakan misi PKn.
PKn (civic education) merupakan salah satu bidang kajian yang mengembang misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar paradigm sebagai berikut : Pertama, PKn secara kuriluler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara teoritik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif,afektif, dan psikomotor yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara pragmatic dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (lerning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara (Budimansyah, 2006).
PKn (civic education) merupakan salah satu bidang kajian yang mengembang misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar paradigm sebagai berikut : Pertama, PKn secara kuriluler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara teoritik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif,afektif, dan psikomotor yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara pragmatic dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (lerning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara (Budimansyah, 2006).
PKn sebagai kajian ilmu kependidikan yang memusatkan
perhatian pada pengembangan warga negara yang cerdas, demokratis, dan religious
serta memiliki karakteristik yang multi dimensional, perlu dilihat dalam tiga
kependudukan.
Pertama, PKn sebagai suatu kajian mengenai “civic virtue” dan “civic culture” yang menjadi landasan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program kurikuler dan gerakan sosial budaya kewarganegaraan.
Kedua, PKn sebagai program kurikuler memiliki visi dan misi pengembangan kualitas warga negara yang cerdas, demokratis, dan religious baik dalam latar pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah, yang berfungsi sebagai dasar orientasi dari keseluruhan upaya akademis untuk memahami fenomena dan masalah-masalah sosial secara interdisipliner, sehingga siswa dapat mengambil keputusan yang jernih dan bernalar serta bermanfaat yang sebesar-besarnya bagi individu, masyarakat, bangsa dan negara. Ketiga, PKn sebagai gerakan sosial budaya kewarganegaraan yang sinergistik dilakukan dalam upaya membangun “ civic virtue” dan “civic culture” melalui partisipatif aktif secara cerdas, demokratis, dan religious dalam lingkungannya. (Winataputra,1999:23)
Menurut Suwarma Al-Muchtar (2000:6-7), mata pelajaran PKn ini memiliki potensi yang strategis sebagai pendidikan demokratis, karena secara epistemologis dikembangkan dala tradisi citizenship edication antara lain mengembangkan nilai demokratis untuk menegakkan negara hukum. Dengan demikian, sangat menarik dikaji dan dikembangkan agar program pendidikan ini mampu mengembangkan nilai-nilai demokratis sehingga peserta didik memiliki wawasan dan kemampuan untuk berfikir, bersikap, dan bertindak demokratis.
Pertama, PKn sebagai suatu kajian mengenai “civic virtue” dan “civic culture” yang menjadi landasan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program kurikuler dan gerakan sosial budaya kewarganegaraan.
Kedua, PKn sebagai program kurikuler memiliki visi dan misi pengembangan kualitas warga negara yang cerdas, demokratis, dan religious baik dalam latar pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah, yang berfungsi sebagai dasar orientasi dari keseluruhan upaya akademis untuk memahami fenomena dan masalah-masalah sosial secara interdisipliner, sehingga siswa dapat mengambil keputusan yang jernih dan bernalar serta bermanfaat yang sebesar-besarnya bagi individu, masyarakat, bangsa dan negara. Ketiga, PKn sebagai gerakan sosial budaya kewarganegaraan yang sinergistik dilakukan dalam upaya membangun “ civic virtue” dan “civic culture” melalui partisipatif aktif secara cerdas, demokratis, dan religious dalam lingkungannya. (Winataputra,1999:23)
Menurut Suwarma Al-Muchtar (2000:6-7), mata pelajaran PKn ini memiliki potensi yang strategis sebagai pendidikan demokratis, karena secara epistemologis dikembangkan dala tradisi citizenship edication antara lain mengembangkan nilai demokratis untuk menegakkan negara hukum. Dengan demikian, sangat menarik dikaji dan dikembangkan agar program pendidikan ini mampu mengembangkan nilai-nilai demokratis sehingga peserta didik memiliki wawasan dan kemampuan untuk berfikir, bersikap, dan bertindak demokratis.
PKn adalah program yang bertujuan untuk
membentuk warga negara yang berfiir, bertindak, besikap, berkembang, dan
berinteraksi dengan cerdas, kritis, analistis, berpartisipasi aktif dan
bertanggung jawab terhadap diri, lingkungan masyarakat,, berbangsa, dan
bernegara dan berkehidupan dunia yang dijiwai nilai-nilai agama, budaya, hukum,
keilmuan serta watak yang bersemangat, bergelora, dan mewujudkan sifat demokratis
dalam negara hukum Indonesia yang religious, adil, beradab dan bersatu,
bermasyarakat yng berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sehingga fokus dan target utama dari pembelajaran PKn adalah pembekalan
pengetahuan (bukan ilmu), pembinaan sikap perilaku, dan pelatihan keterampilan
sebagai warga negara demokratis, taat hukum dan taat asas dalam kehidupan
masyarakat madani.
Oleh karena itu, CICED (1999) merekomendasikan kualifikasi program PKn sebagai berikut :
Oleh karena itu, CICED (1999) merekomendasikan kualifikasi program PKn sebagai berikut :
- Multivision, dimensional, media dam sumber sera multi evaluasi.
- Menyerap sejumlah pendekatan seperti pendekatan nilai, objektif dan proses, siswa, pendekatan lingkungan serta penilaian portofolio.
- Memilih dan menetapkan secara jelas hal-hal sebagai berikut:
- Sejumlah tuntutan keharusan kurilukulum (antara lain asas, visi dan misi, pendekatan, pola KBM) yang sekiranya mampu dilaksanakan para guru dan penulis PKn di lapangan.
- Kemampuan belajar minimal yang harus dicapai siswa pada setiap kelas dan jenjang.
- Pokok bahasan dan kegunaannya tinggi bagi siswa dengan memperhitungkan usia dan tingkat kemampuan belajar siswa serta lingkungannya, namun harus tetap memberikan kekuasaan professional pada guru/ penulis mengembangkan Rencana Program Pembelajaran.
- Buku standar siswa dan guru serta referensi lokal yang memenuhi peryaratan yang diharapkan oleh kurikulum.
- Mengurangi dan atau meniadakan ketumpangtindihan bahan ajar yang membingungkan/ bermasalah.
- Harus dibina keterkaitan yang tinggi antara pembelajaran PKn persekolahan dengan kemasyarakatan.
Tujuan PKn adalah partisipasi yang bermutu dan
bertanggung jawab dari warga Negara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik
pada tingkat local maupun nasional, maka partisipasi semacam itu memerlukan
penguasaan sejumlah kompetensi kewarganegaraan. Dari sejumlah kompetensi yang
diperukan, yang terpenting adalah penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman
tertentu, pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris, pengembangan
karakter dan sikap mental tertentu dan komitmen yang benar terhadap nilai dan
prinsip dasar demokratis konstitusional.
Dalam civic education juga mengembangkan tiga komponen utama yaitu pengetahuan warga Negara (civic knowledge), kecakapan warga Negara (civic skills) dan watak warga Negara (civic disposition).
Dalam civic education juga mengembangkan tiga komponen utama yaitu pengetahuan warga Negara (civic knowledge), kecakapan warga Negara (civic skills) dan watak warga Negara (civic disposition).
Civic eduation memberdayakan warga Negara
untuk dapat membuat pilihan yang bijak dan penuh degan kesadaran dari berbagai
alternative yang ditawarkan, memberikan pengalaman-pengalaman dan pemahaman
yang dapat memupuk berkembangnya komitmen yang benar terhadap nilai-nilai dan
prinsip yang memberdayakan sebuah masyarakat bebas untuk tetap bertahan.
Civic education bukan hanya meningkatkan partisipasi warga Negara, tatapi juga menanamkan partisipasi yang berkompeten dan bertanggung jawab yang harus didasarkan pada perenungan, pengetahuan dan tanggung jawab moral.
Suryadi (1999:31) mengatakan bahwa civic eduation menekankan pada empat hal :
Pertama, Civic Education bukan hanya sebagai indoktrinasi politik, Civic Education seharusnya menjadi bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang berkaitan secara langsung dengan proses pengembangan warga Negara yang demokratis sebagai pelaku-pelaku pembangunan bangsa yang bertaggung jawab.
Kedua, Civic Education mengembangkan state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan pembentukan warga Negara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. Civic Education memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic intelligence), tanggung jawab (civic responsibility), dan partisipasi (civic participation) warga negara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi. Demokrasi dikembangkan melalui perluasan wawasan, pengembangan kemampuan analisis serta kepekaan social bagi warga negara agar mereka ikut memecahkan permasalahan lingkungan. Kecakapan analisis itu juga diperlukan dalam kaitan dengan system politik kenegaraan, dan eraturan perundang-undangan agar pemecahan masalah yang mereka lakukan adalah realistis.
Ketiga, Civic Education adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini menuangkan air kedalam gelas seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan kepada latihan penggunaan nalar dan logika. Civic Education membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas. Dari proses itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan emosional, rasional, sosial, dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan masalah sosial dalam masyarakat.
Keempat, Civic Education sebagai laboratium demokrasi, sikap dan perilaku demokrasi perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi sebagai modus pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa diharapkan akan secepatnya memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Civic education bukan hanya meningkatkan partisipasi warga Negara, tatapi juga menanamkan partisipasi yang berkompeten dan bertanggung jawab yang harus didasarkan pada perenungan, pengetahuan dan tanggung jawab moral.
Suryadi (1999:31) mengatakan bahwa civic eduation menekankan pada empat hal :
Pertama, Civic Education bukan hanya sebagai indoktrinasi politik, Civic Education seharusnya menjadi bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang berkaitan secara langsung dengan proses pengembangan warga Negara yang demokratis sebagai pelaku-pelaku pembangunan bangsa yang bertaggung jawab.
Kedua, Civic Education mengembangkan state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan pembentukan warga Negara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. Civic Education memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic intelligence), tanggung jawab (civic responsibility), dan partisipasi (civic participation) warga negara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi. Demokrasi dikembangkan melalui perluasan wawasan, pengembangan kemampuan analisis serta kepekaan social bagi warga negara agar mereka ikut memecahkan permasalahan lingkungan. Kecakapan analisis itu juga diperlukan dalam kaitan dengan system politik kenegaraan, dan eraturan perundang-undangan agar pemecahan masalah yang mereka lakukan adalah realistis.
Ketiga, Civic Education adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini menuangkan air kedalam gelas seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan kepada latihan penggunaan nalar dan logika. Civic Education membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas. Dari proses itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan emosional, rasional, sosial, dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan masalah sosial dalam masyarakat.
Keempat, Civic Education sebagai laboratium demokrasi, sikap dan perilaku demokrasi perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi sebagai modus pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa diharapkan akan secepatnya memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Tujuan dan Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan
Numan Somantri dalam bukunya “Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS” (2001 :159,161,299 ), mengartikan PKn sebagai berikut : PKn adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS. PKn merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu pendidikannya diorganisasikan secata terpadu dari berbagai disiplin ilmu sosial. Humaniora, dokumen negara terutama Pancasila, UUD 1945, GBHN dan perundangan negara dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela negara. PKn adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berfikir kritis, analistis, bersikap dan bertindak demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kesimpulan :
Undang–Undang
Nomor 2 Tahun 1989 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan Kewarganegaraan adalah hubungan negara dengan warga negara,
antara warga negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Dapat di
simpulkan bahwa pendidikan kewarganegaran mempunyai manfaat dalam kehidupan
sehari-hari berbangsa dan bernegara sebagai berikut :
1.
Mengerti
peran dan penempatan diri kita sebagai bagian dari suatu Negara.
2.
Memotivasi kita untuk memiliki sifat
nasionalisme dan patriotisme yang tinggi.
3.
Memiliki kesadaran dan kemampuan awal dalam
usaha bela negara.
4.
Membuka
wawasan yang memberikan makna serta menunjukan tujuan dalam kehidupan manusia.
5.
Sebagai
bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitas dirinya.
6.
Dapat
memberikan kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk
menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
7.
Untuk
memahami, menghayati, serta melakukan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi
dan nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila.
Semua manfaat pembelajaran
kewarganegaraan tersebut juga harus disesuaikan dengan dinamika kehidupan
bermasyarakat dan diharapkan dapat menjadi sarana pembentukan kepribadian
bangsa dalam rangka mempertahankan keutuhan dan kelangsungan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar