Senin, 25 Agustus 2014

REVOLUSI HIJAU DAN PERKEMBANGAN INDUSTRIALISASI



            Revolusi Hijau  yang digulirkan pada era tahun 1960an dan 1970an di banyak negara di Asia membawa paket modernisasi pertanian. Bibit unggul, teknologi pertanian, irigasi yang lebih baik, dan pupuk kimia adalah paket yang ditawarkan. Sayangnya, paket yang bertujuan untuk meningkatkan panen beras menjadi dua kali dalam setahun ini tidak memperhatikan aspek gender dan status sosial petani. Akibatnya kesuksesan yang didapat harus dibayar dengan penderitaan dan tersingkirnya petani miskin, terutama para perempuan petani.

Apa yang Terjadi pada Revolusi Hijau?

Kebijakan revolusi hijau telah mengubah pola pertanian lokal. Jika sebelum kebijakan itu diterapkan, petani menggunakan tenaga kerja manusia dan ternak, bibit, dan pupuk kandang buatan rumah tangga petani. Maka pada revolusi hijau selain terjadi mekanisasi pertanian juga telah mendorong perubahan pola tanam karena paket kredit pupuk dan bibit diperuntukkan untuk para petani pemilik lahan mininal dengan luas 1 ha. Akibatnya jumlah pengangguan meningkat. Hal ini bukan saja karena mekanisasi pertanian telah menggantikan pekerjaan yang semula dikerjakan oleh buruh tani, tetapi juga banyak petani kecil akhirnya harus menjual tanahnya karena antara biaya produksi dan hasil yang diperolehnya tidak sesuai atau merugi.

Selain itu, lumbung desa yang dikelola oleh masyarakat sebagai kas pangan saat paceklik atau gagal panen pun diganti pemerintah dengan sistem Koperasi Unit Desa (KUD) yang kemudian dikuasai oleh para birokrat. Kondisi ini menyebabkan kedaulatan pangan diambil alih menjadi urusan pemerintah atau birokrasi. Akhirnya, banyak petani miskin yang tersingkir karena tidak siap menerima perubahan yang ditimbulkan oleh modernisasi.

Apa Dampaknya bagi Perempuan Petani?

Satu dari konsekuensi dramatis Revolusi hijau  adalah hilangnya kesempatan kerja dari perempuan miskin pedesaan.  Selain itu, revolusi hijau yang ditandai oleh adanya mekanisasi di bidang pertanian telah menghapuskan peran ekonomi perempuan yang secara tradisional menjadi bidangnya. Menyemai bibit, menabur pupuk, dan menuai padi adalah pekerjaan perempuan petani. Namun mekanisasi telah menggantikannya.

Revolusi Hijau juga  telah membuat buruh-buruh perempuan tidak lagi terlibat dalam kegiatan paska panen. Hal ini disebabkan masuknya huller (mesin penggiling bermotor)  menggeser peran tradisional perempuan pedesaan sebagai penumbuk padi. Kondisi itu mengakibatkan banyak perempuan pedesaan yang termarginalisasi. Partisipasi tradisional mereka sebagai pekerja di sawah menjadi tersingkir. Konsekuensi dari keadaan itu adalah peran produktif perempuan pedesaan yang telah tinggi partisipasinya dalam aktivitas ekonomi berubah menjadi lemah bahkan sama sekali ditiadakan.

Food Agriculture Organization (FAO) memperkirakan bahwa pengenalan  huller yang diterapkan di Jawa pada saat itu telah mengakibatkan 1,2 juta perempuan yang tidak memiliki lahan kehilangan pekerjaan. Akibat dari hal ini, ditambah lagi dengan minimnya  ketrampilan dan pendidikan yang dimiliki perempuan pedesaan membuat mereka  pergi ke kota menjadi buruh-buruh murah atau pekerja seks komersial. Terdamparnya mereka ke kota telah menambah barisan atau orang miskin perkotaan. Inilah yang dikenal dengan konsep pemiskinan perempuan.

Situasi di atas jelas menandakan bahwa revolusi hijau yang dirancang tidak memperhitungkan aspek gender. Pembangunan pertanian yang di Indonesia mencapai puncaknya dengan swasembada pangan itu tidak didesain sesuai dengan kebutuhan petani miskin dan perempuan. Terbukti, angka kurang gizi dan kemiskinan masih tetap tinggi dan distribusi makanan tetap tidak terpenuhi pada keluarga-keluarga yang tidak memiliki lahan. Studi FAO tentang dampak revolusi hijau menunjukkan bahwa petani yang status sosialnya baik telah mendapatkan pendapatan yang lebih baik dengan kebijakan revolusi hijau. Namun sebaliknya, petani miskin menjadi kehilangan akses untuk mendapatkan penghasilan, padahal sebelum kebijakan itu diterapkan akses itu cukup tersedia. Demikianlah kebijakan revolusi hijau seharusnya menjadi pelajaran bagi para perencana pembangunan.

PERKEMBANGAN REVOLUSI HIJAU, TEKNOLOGI dan INDUSTRIALISASI

Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde baru dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau.

Revolusi Hijau merupakan perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional ke cara modern.

Revolusi Hijau (Green Revolution) merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan jagung yang mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut.

Tujuan Revolusi hijau adalah mengubah petani-petani gaya lama (peasant) menjadi petani-petani gaya baru (farmers), memodernisasikan pertanian gaya lama guna memenuhi industrialisasi ekonomi nasional. Revolusi hijau ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungan para petani pada cuaca dan alam karena peningkatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam peningkatan produksi bahan makanan.

Latar belakang munculnya revolusi Hijau adalah karena munculnya masalah kemiskinan yang disebabkan karena pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat tidak sebanding dengan peningkatan produksi pangan. Sehingga dilakukan pengontrolan jumlah kelahiran dan meningkatkan usaha pencarian dan penelitian binit unggul dalam bidang Pertanian. Upaya ini terjadi didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Thomas Robert Malthus.

Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakan revolusi hijau ditempuh dengan cara :

1.     Intensifikasi Pertanian

Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha Tani yang meliputi :

a.      Pemilihan Bibit Unggul

b.      Pengolahan Tanah yang baik

c.       Pemupukan

d.      Irigasi

e.      Pemberantasan Hama

2.     Ekstensifikasi Pertanian

Ekstensifikasi pertanian, yaitu  Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami dengan pembukaan lahan-lahan baru (misal mengubah lahan tandus menjadi lahan yang dapat ditanami, membuka hutan, dsb).

3.     Diversifikasi Pertanian

Usaha penganekaragaman jenis tanaman pada suatu lahan pertanian melalui sistem tumpang sari. Usaha ini menguntungkan karena dapat mencegah kegagalan panen pokok, memperluas sumber devisa, mencegah penurunan pendapatan para petani.

4.     Rehabilitasi Pertanian

Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis, yang membahayakan kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Usaha pertanian tersebut akan menghasilkan bahan makanan dan sekaligus sebagai stabilisator lingkungan.



Pelaksanaan Penerapan Revolusi Hijau:

Ø      Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani.

Ø      Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian berjalan lancar sering perkembangan teknologi dan komunikasi.

Ø      Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau yang dikenal dengan monokultur, yaitu menanami lahan dengan satu jenis tumbuhan saja.

Ø      Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit unggul yang diharapkan yang tahan terhadap serangan penyakit dan hanya cocok ditanam di lahan tertentu.

Ø      Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut Penelitian Padi Internasional (IRRI=International Rice Research Institute) yang bekerjasama dengan pemerintah, bibit padi unggul tersebut lebih dikenal dengan bibit IR.

Ø      Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola kapital dan komersialisasi.

Ø      Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan pembagunan industri pupuk nasional.

Ø      Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD (Koperasi Unit Desa).



Dampak Positif Revolusi Hijau :

  • Memberikan lapangan kerja bagi para petani maupun buruh pertanian.

  • Daerah yang tadinya hanya dapat memproduksi secara terbatas dan hanya untuk memenuhi kebutuhan minimal masyarakatnya dapat menikmati hasil yang lebih baik karena revolusi hijau.

  • Kekurangan bahan pangan dapat teratasi.

  • Sektor pertanian mampu menjadi pilar penyangga perekonomian Indonesia terutama terlihat ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi sehingga orang beralih usaha ke sektor agrobisnis.

  • Dampak Negatif Revolusi Hijau :

  • Muncullah komersialisasi produksi pertanian

  • Muncul sikap individualis dalam hal penguasaan tanah

  • Terjadi perubahan struktur sosial di pedesaan dan pola hubungan antarlapisan petani di desa dimana hubungan antar lapisan terpisah dan menjadi satuan sosial yang berlawanan kepentingan.

  • Memudarnya sistem kekerabatan dalam masyarakat yang awalnya menjadi pengikat hubungan antar lapisan.

  • Muncul kesenjangan ekonomi karena pengalihan hak milik atas tanah melalui jual beli.

  • Harga tanah yang tinggi tidak terjangkau oleh kemampuan ekonomi petani lapisan bawah sehingga petani kaya mempunyai peluang sangat besar untuk menambah luas tanah.

  • Muncul kesenjangan sosial karena kepemilikan tanah yanmg berbeda menyebabkan tingkat pendapatanpun akan berbeda.

  • Muncul kesenjangan yang terlihat dari perbedaan gaya bangunan maupun gaya berpakaian penduduk yang menjadi lambang identitas suatu lapisan sosial.

  • Mulai ada upaya para petani untuk beralih pekerjaan ke jenis yang lain seiring perkembagan teknologi.

INDUSTRIALISASI DI INDONESIA

Revolusi Hijau ini menyebabkan upaya untuk melakukan modernisasi yang berdampak pada perkembangan industrialisasi yang ditandai dengan adanya pemikiran ekonomi rasional. Pemikiran tersebut akan mengarah pada kapitalisme.

Dengan industrialisasi juga merupakan proses budaya dimana dibagun masyarakat dari suatu pola hidup atau berbudaya agraris tradisional menuju masyarakat berpola hidup dan berbudaya masyarakat industri. Perkembangan industri tidak lepas dari proses perjalanan panjang penemuan di bidang teknologi yang mendorong berbagai perubahan dalam masyarakat.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan industrialisasi adalah :

-         Meningkatkan perkembangan jaringan informasi, komunikasi, transportasi untuk memperlancar arus komunikasi antarwilayah di Nusantara.

-         Mengembangkan industri pertanian

-         Mengembangkan industri non pertanian terutama minyak dan gas bumi yang mengalami kemajuan pesat.

-         Perkembangan industri perkapalan dengan dibangun galangan kapal di Surabaya yang dikelola olrh PT.PAL Indonesia.

-         Pembangunan Industri Pesawat Terbang Nusantara(IPTN) yang kemudian berubah menjadi PT. Dirgantara Indonesia.

-         Pembangunan kawasan industri di daerah Jakarta, Cilacap, Surabaya, Medan, dan Batam.

-         Sejak tahun 1985 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di bidang industri dan investasi.



Industrialisasi di Indonesia ditandai oleh :

  • Tercapainya efisiensi dan efektivitas kerja.

  • Banyaknya tenaga kerja terserap ke dalam sektor-sektor industri.

  • Terjadinya perubahan pola-pola perilaku yang lama menuju pola-pola perilaku yang baru yang bercirikan masyarakat industri modern diantaranya rasionalisasi.

  • Meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat di berbagai daerah khususnya di kawasan industri.

  • Menigkatnya kebutuhan masyarakat yang memanfaatkan hasil-hasil industri baik pangan, sandang, maupun alat-alat untuk mendukung pertanian dan sebagainya.


Dampak positif industrialisasi adalah tercapainya efisiensi dan efektifitas kerja. Adanya kemajuan teknologi serta terpenuhinya seluruh kebutuhan masyarakat.

Dampak negatif dari industrialisasi adalah Munculnya kesenjangan sosial dan ekonomi yang ditandai oleh kemiskinan serta Munculnya patologi sosial (penyakit sosial) seperti kenakalan remaja dan kriminalitas.

       
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar